Tiga jam pertandingan selesai, Universitas Negeri Semarang telah
memenangkan pertandingan futsal kali ini dan semuanya menerima
kekalahan. Para pemain futsal mulai keluar dari GOR. Meskipun begitu,
sudah lega rasanya pertandingan futsal berjalan lancar. Meskipun tanpa
suporter yang ingin memberi dukungan.
Sementara di luar, sudah rame marching band
group Universitas Negeri Semarang sudah bersiap-siap sedikir memamerkan
permainnya di jalan raya Bantul Yogyakarta. Ketika alunan musik
mengentak, cewek-cewek itu mulai beraksi.
Acara selanjutnya seharusnya atraksi marching band
dari Universitas Gadjah Mada. Tapi seluruh anggota tim dan suporter itu
tahu, Nanda, Syifa, Raina dan kelompok lain tidak akan tampil. Hanya
Arif yang tahu bakal ada marching band lain pengganti. Namun
dia sengaja tidak menunjukkan surat kaleng itu karena dia sendiri tidak
yakin dengan kebenaran isinya. Sejak menerima surat itu, sampai kemarin
malam, diam-diam Arif dan Raina melakukan investigasi Mahasiswa-
mahasiswi dan hasilnya... Nihil! Sama sekali tidak ada terdium
tanda-tanda adanya marching band grouplain.
Lima belas menit kemudian, marching band group Universitas Negeri
Semarang mengakhiri penampilan mereka. Diiringi tepuk tangan penonton,
kelima belas orang itu memberi hormat dan kembali bergabung dengan
teman-teman satu Universitas mereka.
Awan tinggi
berubah senyap. Seluruh penonton terpaku di tempatnya masing-masing
dengan tatapan lekat. Tapi hanya untuk beberapa saat, karena dua menit
kemudian meledaklah gemuruh tawa, teriakan, suitan dan juga tepuk tangan
yang membahana.
Kebingungan, Universitas Gadjah Mada
memandan ke segala arah. Termasuk Nanda, Syifa, Anika, Megha, Kimmy,
Yakup, Baim dan beberapa teman sekelas, serta sebagian suporter UGM.
Dengan tatapan mereka berpaling ke satu titik, seiring semakin
membahana gemuruh suara dan tangan-tangan yang terjulur menunjuk ke satu
arah. Ketika bola mata mereka membesar menatap tak yakin ke satu arah.
Sosok tubuh dengan busana yang begitu pendek berwarna gold.
Marching band group Universitas Gadjah Mada.
“ Apa! Bukannya nggak ada marching band.” Kata Bayu heran.” Tapi
mayoret itu siapa, ya? Aku nggak pernah lihat cewek di kampus.”
Tidak ada yang bisa menjawab. Arif dan Raina dua-duanya yang di beritahu lewat surat kaleng tentang kemunculan marching band ternganga tak percaya. Tapi yang paling tahu sudah pasti Nanda dan Syifa sebelum mereka di keluarkan dari marching band
group. Tapi mereka tidak berani buka mulut karena takut salah meskipun
hampir yakin, pasti Qutut. Penonton langsung heboh, berdesak-desakan
malah banyak penonton di bagian belakang loncat-loncat.
Begitu marching band
group itu lewat di depan mereka diiringi sebagian penonton di kiri dan
kanan. Melihat di depan mereka, tubuh-tubuh yang di balut dengan busana
minim dan superketat dengan gaya berjalan yang begitu menggoda.
Meliuk-liuk seperti ular.
Para marching band
itu di komandani Qutut, nama lengkapnya Qutut Pratama, anaknta Bapak
Parmin juragan tanah di jamin Ayah-Mamak kalau sekarang anak mereka
ganti kelamin. Jika mereka tahu, pasti Qutut langsung di gorok.
Di sebelah kiri Qutut tampak Zian dan sebelah kanan Qutut tampak Cahyo,
dan ini membuat Arif hampir gila. Ketiganya memberi salam “ Muaahh!”
Untuk kapten tim futsal yang tampaknya seperti baru melihat setan.
“ Hay, Baeeee!” teriak Zian menyapa sahabatnya dengan gaya centil.
“ Siapa lo?! Aku nggak kenal. Jangan sembarangan panggil-panggil orang. Dengar kau?” Bentak Bayu.
Penonton yang mendengar ocehan Bayu langsung tertawa. Apalagi waktu
Zian mengibaskan rambut panjangnya lalu buang muka cemberut.
“ Dasar cowok jahat.”
Kelima belas marching band
group itu melangkah penuh dengan percaya diri. Apalagi ketiga
mayoretnya tidak risi walaupun memakai rok superminim. Dengan centil
mereka melempar tongkat di tangannya sambil
mengedip-ngedipkan mata. Bibir yang merah menyala begitu merekah, sibuk
mengirimkan salam cuim jauh untuk para penonton yang terus mengikuti
mereka dengan tatapan mata, suitan, suara tawa dan jeritan serta tepuk
tangan. Yang menbuat penonton histeris dan tawa terpika-pikal ternyata
bukan hanya buasana yang nyaris pas-pasan . Tapi tingkah kecowokannya
yang masih lengkap melekat di tubuhnya. Ada yang kumisan tipis, ada juga
yang jenggotan. Ketika mengangkat tangannya untuk membalas lambaian
para penonton. Seketika tampaklah bulu ketiak yang.. WOW.... Super
lebat. Jangan membayangkan baunya, di jamin orang yang lagi koma bisa
langsung ” koitt”.
Segala macam bujukan Titan cs
sudah tidak mempan. Bahkan waktu Titan bersikeras memberi amplop-amplop
itu, mereka langsung melempar amplop-amplop itu ke tanah. Para suporter
langsung mengembalikan amplop yang sudah mereka terima.
Arul, salah satu suporter Universitas Gadjah Mada, serentak menutup muka lalu mengintip dari sela jari. “ Apa itu marching band kampus kita? Astaghfirullah! Besok aku mau pindah kuliah. Cari Universitas laen.
Dedi, yang punya nama lengkap Dedi Alamsyah dan sholatnya tidak pernah
bolong, ngelus-elus dada dengan muka melas. “ Astaghfirullahalaziiim.
Inilah salah satu tanda mau kiamat.”
Kelima pasang
mata, milik Arif dan ketiga teman timnya menatap bercahaya. Tidak yakin
dengan besar dukungannya yang di berikan untuk mereka dan masih tidak
percaya bagaimana semua ini bisa terjadi. Ketiga mayoret cowok dan
groupnya berlari bergabung dengan Mahasiswa sekampusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar