PENGARUH KULTUR TERHADAP MANAJEMEN LEMBAGA PENDIDIKAN

PENGARUH KULTUR TERHADAP MANAJEMEN LEMBAGA PENDIDIKAN

A. PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan juga sangat berperan untuk mencerdaskan dan menyejahterakan kehidupan bangsa. Dari berbagai lapangan pendidikan yang ada, sekolah merupakan lembaga pendidikan yang berperan dalam proses sosialisasi individu agar menjadi anggota masyarakat yang bermakna bagi masyarakatnya. Untuk itu, tiap-tiap lembaga pendidikan harus melaksanakan manajemen sebaik-baiknya guna mencapai keberhasilan yang diinginkan, mulai dari pengelolaan, perencanaan, kepemimpinan, organisasi, maupun kontrol.

Perlu diingat sekali lagi, melalui pendidikan formal akan terbentuk kepribadian seseorang yang diukur dari perkembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Betapa dunia pendidikan di Tanah Air ini akan terangkat jika masing-masing lembaga pendidikan menyadari akan pentingnya manajemen lembaga pendidikan. Permasalahan yang baru-baru ini kita jumpai yaitu konflik tawuran antar pelajar yang berakibat pertumpahan darah, sangatlah memprihatinkan. Tentu yang menjadi acuan utama adalah pengaruh budaya terhadap lembaga pendidikan atau sebaliknya sejauh mana lembaga pendidikan dapat membangun budaya yang kuat untuk mengantisipasi pengaruh buruk budaya luar. Selengkapnya akan dibahas dalam makalah ini.



B. PERMASALAHAN

Dalam makalah ini akan membahas permasalahan sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan kultur / budaya?

2. Bagaimana pengaruh kultur / budaya terhadap manajemen lembaga pendidikan?





C. PEMBAHASAN

1. Pengertian Kultur / Budaya

Kata ”budaya” berasal dari (bahasa Sansekerta) buddayah yang merupakan bentuk jamak dari kata “budhi” yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal”. Berikut ini beberapa pengertian budaya atau kebudayaan menurut para ahli:

a) Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil yang harus didapatkannya dengan belajar, dan semua itu tersusun dalam kehidupan masyarakat.

b) Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

c) Menurut Kotter & Heskett (Marno & Triyo Supriyanto, 2008: 138) budaya dapat diartikan sebagai totalitas pola perilaku, kesenian, kepercayaan, kelembagaan, dan semua produk lain dari karya dan pemikiran manusia yang mencirikan suatu masyarakat atau penduduk yang ditransmisikan bersama.

d) Menurut Herkovits budaya adalah bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan oleh manusia.

Berdasarkan pendapat di atas dapat kami simpulkan bahwa budaya ialah keseluruhan aspek kehidupan manusia lahir maupun batin yang pembentukannya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu sehingga menghasilkan ekspresi simbolis dari kebiasaan sosial mereka.

Dalam organisasi juga terdapat kultur organisasi atau budaya organisasi yang dipandang sebagai sebuah sistem, sehingga dapat membedakan organisasi satu dengan yang lain. Ada enam karakteristik penting dari budaya organisasi, menurut Fred Luthan dan Edgar Schein (Hikmat, 2011: 244) :

1) Observed behavioral regularities, yaitu keberaturan cara bertindak dari para anggota yang tampak teramati.

2) Norms, yaitu berbagai standar perilaku yang ada termasuk di dalamnya tentang pedoman sejauh mana suatu pekerjaan harus dilakukan.

3) Dominant values, yaitu adanya nilai-nilai inti yang dianut bersama oleh seluruh anggota organisasi, misalnya tentang kualitas produk yang tinggi, absensi yang tenddah atau efisiensi yang tinggi.

4) Philosophy, yaitu adanya kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan keyakinan organisasi dalam memperlakukan pelanggan dan karyawan

5) Rules, yaitu adanya pedoman yang ketat, dikaitkan dengan kemajuan organisasi,

6) Organization climate, merupakan perasaan keseluruhan yang tergambarkan dan disampaikan melalui tata ruang, cara berinteraksi para anggota organisasi, dan cara anggota organisasi memperlakukan dirinya dan pelanggan atau orang lain.

Sedangkan menurut Ike Kusdyah Rachmawati (Hikmat, 2011: 211) terdapat tujuh karakteristik budaya organisasi:

1. Inovasi dan pengambilan resiko

2. Perhatian ke rincian

3. Orientasi hasil

4. Orientasi orang

5. Orientasi tim

6. Kemantapan

Dari karakteristik di atas dapat kita cermati bahwa kultur organisasi dibangun oleh suatu kreativitas dan aktivitas anggota yang inovatif, yang berusaha membangun image yang baik tentang organisasinya. Pembaharuan terhadap kinerja dengan mempertimbangkan perubahan zaman, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi faktor pendorong yang sangat kuat untuk merangsang anggota organisasi agar senantiasa memiliki kecerdasan dan kreativitas yang inovatif dan konstruktif.

Membicarakan budaya organisasi, kaitannya sangat erat dengan manajemen lembaga pendidikan, yang mana lembaga pendidikan merupakan sebuah organisasi. Dan budaya harus dibangun dalam sebuah organisasi guna mengantisipasi pengaruh buruk dari teknologi, globalisasi, modernisasi atau budaya luar. Adapun kekuatan budaya organisasi sangat ditentukan oleh hal – hal berikut:

a) bertambahnnya jumlah anggota organisasi.

b) keyakinan anggota terhadap nilai – nilai yang dianut oleh organisasi.

c) keteladanan pemimpin organisasi, penghargaan yang maksimal terhadap prestasi kerja anggota.

d) pendelegasian yang proporsional dan profesional.

e) pengembangan kesejahteraan anggota.

f) adaptabilitas yang mengakar dari anggota terhadap tata kerja dan sistem nilai yang dianut dalam berorganisasi.

Fungsi budaya dalam sebuah organisasi:

1) Berperan menetapkan tapal tanpa batas

2) Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota organisasi

3) Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada suatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.

4) Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial.

Sumber kultur yang amat penting, yaitu:

a) sumber nilai yang diyakini kebenarannya

b) kebetuhan yang sama dari anggota terhadap keadilan dan tanggung jawab kebersamaan

c) sosialisasi yang diadaptasikan dengan kebudayan lokal setempat

d) struktur kepemimpinan dan kekuasaan yang otoriter atau kharisma yang teradaptasikan secara turun temurun

e) persepsi yang sama tentang kemashlahatan yang diperoleh secara sosial.

Sumber kultur lainnya adalah kepemimpinan dan peran pemimpin organisasi yang menerapkan pola-pola kepemimpinan yang berbeda-beda, dalam hal ini jika di lembaga sekolah tidak lain adalah Kepala Sekolah. Kemudian sumber kultur lainnya yaitu kebiasaan atau adat masyarakat yang telah lama dijadikan norma sosial.

Dengan memahami konsep tentang budaya organisasi di atas, dapat kita pahami bahwa budaya sekolah merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan norma-norma yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang sama diantara seluruh unsur dan personil sekolah baik itu kepala sekolah, guru, staf, siswa dan jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah.

Secara umum, penerapan konsep budaya organisasi di sekolah sebenarnya tidak jauh berbeda dengan penerapan konsep budaya organisasi lainnya. Kalaupun terdapat perbedaan hanya terletak pada jenis nilai dominan yang dikembangkannya dan karakateristik dari para pendukungnya. Artinya nilai-nilai yang dikembangkan di sekolah, tentunya tidak dapat dilepaskan dari keberadaan sekolah itu sendiri sebagai organisasi pendidikan, yang memiliki peran dan fungsi untuk berusaha mengembangkan, melestarikan dan mewariskan nilai-nilai budaya kepada para siswa.





















2. Pengaruh Kultur terhadap Manajemen Lembaga Pendidikan

Berbicara tentang manajemen lembaga pendidikan tidak terlepas dari unsur-unsur yang membentuk budaya lembaga itu sendiri. Salah satunya adalah lingkungan sekolah yang terdiri atas lingkungan internal sekolah, misalnya tempat belajar dan mengajar dan peran penting dari keberadaan para pendidik dan anak didik atau ada guru dan murid, para karyawan sekolah, alat-alat, fasilitas sekolah, perpustakaan dan aktivitas pembelajaran. Semua itu secara keseluruhan terlibat langsung dalam suasana interaktif yang membentuk kultur lembaga pendidikan.

Adapun lingkungan lembaga pendidikan yang bersifat eksternal adalah keberadaannya di luar lembaga, misalnya lingkungan masyarakat, hubungan struktural sekolah dengan pemerintah dan interaksi pihak lembaga dengan keluarga seluruh anak didik.

Kultur yang telah dibangun sedemikian kuat oleh pelaku pendidikan mempengaruhi kehidupan anak didik, antara lain mempengaruhi hal-hal:

a. Kehidupan beragama

b. Kehidupan berkeluarga

c. Kehidupan bermasyarakat

d. Cara berfikir dan bertindak

e. Cara menghadapi dan menyelesaikan masalah

f. Sikap hidup yang berhubungan dengan pertahanan diri

g. Pola hubungan timbal balik dari kepentingan sosial, ekonomi, politik, dan mentalitas budaya suatu negara.

Lembaga pendidikan adalah wadah budaya, sebagaimana organisasi. Oleh sebab itu mentalitas masyarakat dibentuk oleh budaya lembaga pendidikan, yang apabila memiliki kekuatan tak tertandingi, akan dapat memerankan sikap hidup yang edukatif dalam kehidupan sosial yang lebih luas. Sebaliknya jika budaya lembaga pendidikan dapat dikalahkan oleh keadaan sosial yang lebih kompleks, pengaruhnya sangat dominan mengubah sikap dan mentalitas masyarakat, dan secara otomatis pendidikan luluh oleh budaya sosial yang lebih superior.

Pengaruh karakteristik budaya organisasi tersebut terhadap lembaga pendidikan, yang terutama adalah terhadap sikap dan watak subjek dan objek pendidikan. Sikap hidup yang dbentuk oleh aturan moralitas yang bertitik tolak dari nilai-nilai agama, adat masyarakat, kerukunan anar umat manusia dalam beragama budaya, ras dan etnis , dapat dikembangkan secaa edukatif oleh lembaga pendidikan.

D. KESIMPULAN

1. Budaya berasal dari (bahasa Sansekerta) buddayah yang merupakan bentuk jamak dari kata “budhi” yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal”, yakni keseluruhan aspek kehidupan manusia lahir maupun batin yang pembentukannya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu sehingga menghasilkan ekspresi simbolis dari kebiasaan sosial mereka.

2. Kultur yang telah dibangun sedemikian kuat oleh pelaku pendidikan mempengaruhi kehidupan anak didik, antara lain mempengaruhi hal-hal:

a. Kehidupan beragama

b. Kehidupan berkeluarga

c. Kehidupan bermasyarakat

d. Cara berfikir dan bertindak

e. Cara menghadapi dan menyelesaikan masalah

f. Sikap hidup yang berhubungan dengan pertahanan diri

g. Pola hubungan timbal balik dari kepentingan sosial, ekonomi, politik, dan mentalitas budaya suatu negara.
READ MORE - PENGARUH KULTUR TERHADAP MANAJEMEN LEMBAGA PENDIDIKAN

AMAR dan NAHI

AMAR dan NAHI

A. Pendahuluan

Ushul fiqih sebagai ilmu metodologi penggalian hukum mempunyai peranan penting dalam ranah keilmuan agama Islam khususnya dalam ilmu hukum islam atau ilmu fiqih. Pembahasan dari segi kebahasaan atau kajian lughawiyah, sangat penting sekali ditela’ah karena sumber hukum islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadist menggunakan bahasa arab yang mempunyai banyak makna yang terkandung didalamnya.

Dalam makalah ini kami akan membahas tentang amr (perintah) dan nahi (larangan).

B. Permasalahan

1. Apakah yang dimaksud Amar?

2. Apakah yang dimaksud Nahi?



C. Pembahasan

1. Amar (Perintah)

Menurut bahasa arab Amr artinya perintah, menurut istilah Amr adalah suatu lafadz yang didalamnya menunjukkan tuntutan untuk megerjakan suatu perkerjaan dari atasan kepada bawahan.

Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa Amr itu tidak hanya ditunjukkan pada lafadz-lafadz yang memakai sighat (bentuk kata) Amr, tetapi ditunjukkan pula oleh semua bentuk kata yang didalamnya mengandung arti perintah, sebab perintah itu terkadang menggunakan kata-kata yang berarti majaz (samar).

Jadi Amr merupakan suatu permintaan untuk mengerjakan sesuatu yang sifatnya mewajibkan/mengharuskan, jika tidak demikian maka tidak termasuk kategori Amr.[1]

Menurut Dr. Ali Hasbullah dalam kitabnya ushulut tasyri’ al-islami mendefinisikan sebagai berikut: الامرهو لفظ يطلب به الاعلى ممن هو أدنى منه فعلا غير كفsedangkan menurut Imam muhammad abu zahro dalam kitab ushul fiqih, halaman 156 menyatakan: الامر هو طلب الفعل على جهة الا ستعلاء، اي ان الامر يكون اعلئ من الماء مور. dan pendapat dari Prof. Dr. Kasuwi Saiban dalam bukunya metode ijtihad ibnu rusyd dengan pengertian yang hampir sama dengan Prof. Dr. Rahmat Syafe’i dalam bukunya ilmu ushul fiqih untuk IAIN, STAIN, PTAIS menyatakan bahwa “Amr adalah lafazh yang menunjukkan tuntutan dari atasan kepada bawahannya untuk mengerjakan suatu pekerjaan” Dalam buku Ushul fiqih II oleh Drs. Khairul uman–Drs. H. A. Achyar aminudin dinyatakan bahwa: Hakikat pengertian amar (perintah), sebenarnya ialah: لفظ يربه أن يفعل المأمور ما يقصدمن الأمر Artinya:“Lafal yang dikehendaki supaya orang mengerjakan apa yang dimaksudkan”.

Dari beberapa definisi diatas penulis sependapat dengan definisi yang menyatakan bahwa Amar adalah “ suatu tuntutan perbuatan dari pihak yang lebih tinggi derajat kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah kedudukannya”, dengan aturan atau tuntunan metodologis yang telah ada.[2]

Syarat yang harus ada pada kata Amr (permintaan) adalah :

a. Harus berupa ucapan permintaan (Amr) seperti kata uf’ul (kerjakanlah).

b. Harus berbentuk kata permintaan (Amr)

c. Tidak ada tanda-tanda (Qarinah) yang menunjukkan permintaan itu bertatus tidak mewajibkan atau mengharuskan.

d. Datangnya permintaan itu harus dari atasan, sebab jika dari bawahan namanya do’a.[3]

Amr (perintah) memiliki kaidah yaitu ketentuan-ketentuan yang dipergunakan para mutjahid dalam mengistinbatkan hukum. Ulama ushul merumuskan kaidah-kaidah amar dalam lima bentuk, yaitu :

Kaidah pertama: pada dasarnya amar(perintah) itu menunjukan kepada wajib dan tidak menunjukan kepada selain wajib kecuali dengan adanya qaninah.Maksud dari kaidah tersebut adalah bahwa mengerjakan sesuatu pekerjaan yang dituntut oleh suatu perintah adalah wajib diperbuat. Tapi dalam perkembangannya amar itu bisa dimaksudkan bukan wajib,antara lain seperti berikut ini:

1. Nadab: anjuran sunah.

2. Irsyad : membimbing atau memberi petunjuk.

3. Ibahah: boleh dikerjakan dan boleh ditinggal.

4. Tahdid: mengancam atau menghardik.

5. Taskhir: menghina atau merendahkan derajat.

6. Ta’jiz: menunjukan kelemahan lawan.

7. Taswiyah: sama antara dikerjakan atau tidak.

8. Takdzib: mendustakan.

9. Talhif: membuat sedih atau merana.

10. Doa: permohonan.

Kaidah kedua: Perintah setelah larangan menunjukan kepada kebolehan. Maksud dari kaidah ini ialah, apabila ada perbuatan-perbuatan yang semula dilarang, lalu datang perintah mengerjakan , maka perintah tersebut bukan perintah wajib tetapi bersifat membolehkan. Seperti Firman Allah swt: “apabila shalat telah dilaksanakan , maka bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia allah{ QS.al-jumu’ah 62:10}”

Dengan demikian perintah bertebaran dinuka bumi,seperti kata ayat diatas, hukumnya tidak wajib, tapi diperbolehkan.

Kaidah ketiga: Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki segera dilaksanakan. Misalnya tentang haji seperti firman Allah swt: Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji.{ QS. Al-haji/ 22:27}. Dalam hadist Nabi saw dinyatakan:Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu{ untuk melaksanakan }haji, maka berhajilah kamu.

Kaidah Keempat: pada dasarnya perintah ini tidak menghendaki pengulangan{berkali-kali mengerjakan perintah}.Misalnya dalam ibadah haji , yaitu satu kali seumur hidup namun bila perintah itu dimaksudkan pengulangan,maka harus ada qarinah atau kalimat yang menunjukan pada pengulangan.

Menurut ulama, qarinah dapat dikelompokan menjadi 3 :

1) Perintah itu dihubungkan dengan syarat,seperti wajib mandi setelah junub.

2) Perintah itu dihubungkan dengan ‘illat,seperti hukumm rajam kalau melakukan zina.

3) Perintah itu dihubungkan dengan sifat atau keadaan yang berlaku sebagai ‘illat, seperti kewajiban shalat setiap kali masuk waktu shalat.

Kaidah Kelima: Memerintahkan mengerjakan sesuatu berarti memerintahkan pula segala wasilahnya.Maksud kaidah ini adalah bahwa perbuatan yang diperintahkan itu tidak bisa terwujud,tanpa disertai dengan sesuatu perbuatan lain yang dapat mewujudkan perbuatan yang diperintah itu, seperti kewajiban mengerjakan shalat.[4]

MenurutHudhori Bik di dalam Tarikh Tasyri disampaikanbeberapabentuk Amr yaitu :

a. Melaluilafadz amara danseakardengannya yang mengandungperintah (suruhan).

b. Menggunakanlafadz kutiba ataudiwajibkan.

c. Perintahdenganmemakairedaksipemberitaan (Jumlah Khabariyah), tetapi yang dimaksudadalahperintah.

d. Perintah yang menggunakan kata kerjaperintahlangsung.

e. Fiil Mudhari’ yang disertai Lam Amr (huruf lam yang mengandungperintah).

f. Perintahdenganmenggunakanlafadz faradha

g. Perintahdalambentukpenilaianbahwaitubaik.

h. Perintahdisertaijanjikebaikan yang banyakbagipelakuknya.

Hukum-hukum yang mungkinditunjukkanolehbentuk Amr menurutAdibSalehahli Ushul Fiqh asalDamaskus, berbagaibentuk Amr diatasmembawabeberapapengertianantaralain :

a. Menunjukkanhukumwajib, sepertiperintahshalatdalam surat al-Baqarah : 110 yang artinya :“Dan dirikanlahshalatdantunaikanlah zakat.”

b. Menjelaskanbahwasesuatauitu Mubah hukumnya, sepertifirman Allah surat al-Mukminun : 51 yang artinya :“HaiRasul-Rasul, makanlahdarimakanan yang baik-baik”

c. Untuk menunjukkan anjuran, seperti perintah menulis hutang piutang dalam surat Al-Baqarah : 282 yang artinya :“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”.

d. Untuk melemahkan, seperti firman Allah surat al-Baqarah : 23 yang artinya “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satusurat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.”

e. Sebagaiejekandanpenghinaan, sepertifirman Allah surat al-Dukhan : 49 yang artinya“Rasakanlah, Sesungguhnyakamu orang yang Perkasa lagimulia”.[5]

2. Nahi (Larangan)

Dalambahasa Nahiartinyamencegah, melarang (al-man’u).Menurutistilahmemintauntukmeninggalkansesuatuperbuatankepada orang lain yang tingkatannyadenganmenggunakanucapan yang sifatnyamengharuskan.

Jadi Nahi adalah suatu larangan yang harus ditaati yang datangnya dari atasan kepada bawahan, yakni dari Allah SWT kepada hamba-Nya.[6]

Melarang perbuatan kerusakan dimuka bumi berarti perintah menjaga kelestarian lingkungan dengan menciptakan lingkungan yang bersih, sehat dan nyaman.Dengan demikian jika suatu perbuatan itu dilarang maka saat itu juga harus segera ditinggalkan dan tidak boleh dilakukan sepanjang masa.

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan makna hakikat dari nahi ini, yaitu dalam hukumnya, tatkala tidak ada qorinah dalam suatu ayat al-Qur’an. Ada yang berpendapat bahwasannya makna hakiki dari nahi adalah makruh dan tidak menunjukan kepada makna yang lain apabila tidak ada qorinah. Ada pula yang menyatakan bahwa lafadz nahi bersifat musytarak antara makruh dan haram sampai ada qorinah yang menunjukan atas salah satu dari keduanya. Namun pendapat yang paling kuat adalah pendapat jumhur ulama yang menyatakan bahwa makna hakiki dari nahi adalah haram.

Pendapat Al-Ghazali dan al-Amidi bahwa arti yang terkandung dalam Nahi itu ada tujuh macam antara lain :

a. Al-Tahrim, seperti ayat :وَلاَتَقْتُلُوْالنَّفْسَالَّتِىحَرَّمَاللهاِلاَّبِاالْحَقِّ

Artinya:“Janganlah kalian membunuh seseorang yang diharamkan Allah kecuali dengan hak.”

b. Al-Karahah, seperti hadits :لاَيُمْسِكِذَكَرَهُبِيَمِنِهِوَهُوَيَبُوْلُ (رواهاصحابالكتبالاضلم)

Artinya :“Janganlah kalian memegang dzakar (kemaluan) dengan tangan kanan ketika buang air kecil”.

c. Al-Do’a, seperti ayat :رَبَّنَالاَتُزِغْقُلُوْبَنَابَعْدَاِذْهَدَيْتَنَا

Artinya:“Ya Allah janganlah kamu tutup hatiku setelah engkau memberi petunjuk padaku”.

d. Al-Irsyad (petunjuk), seperti ayat :لاَتَسْئَلُوْاعَنْاَشْيَاءٍاِنْتُبْدَلَكُمْتَسُؤْكُمْ

Artinya:“Janganlah kalian bertanya tentang sesuatu yang apabila ditampakkan maka kalian mendapati tercela”.

e. Al-Taqbih (menegur), seperti ayat :وَلاَتَمُدَّنَّعَيْنَيْكَاِلَىمَامَتَعْنَابِهِاَزْوَاجًامِنْهُمْ

f. Tais/تَيْئِسْ (putus asa), seperti ayat :لاَتَعْتَذِرُوْاالْيَوْمَاِنَّمَاتُجْزَوْنَمَاكُنْتُمْتَعْمَلُوْنَ

Artinya:“Janganlah kalian beralasan pada hari ini karena sesungguhnya akan dibalas amal-amal yang telah kalian lakukan”.

g. Menjelaskan adanya akibat (bayan al-aqibah), seperti ayat :وَلاَتَحْسَبَنَّاللهغَافِلاًعَمَّايَعْمَلْالظَّالِمُوْنَ

Artinya:“Janganlah kalian menyangka Allah adalah Dzat yang lupa atas perkara yang telah dilakukan oleh orang-orang yang telah berbuat kedzaliman”.

Tuntutan Nahi dalam meninggalkan sesuatu secara langsung dan berulang-ulang mendapat tanggapan dari ulama, yaitu Pendapat al-Razi dan al-Baidlawi dari golongan syafi’iyah bahwasannya Nahi tidak menunjukan atas meninggalkan secara langsung dan berulang-ulang, karena Nahi terkadang bermaksud berulang-ulang, seperti firman Allah SWT : لاتقربواالزنا, dan terkadang bermaksud tidak berulang-ulang, seperti perkataan dari seorang dokter : لاتشرباللبن 2. Yang masyhur adalah pendapat dari kalangan jumhur ulama. Seperti yang dikatakan oleh al-Amadi al-Syafi’I ibnu al-Hajib dan al-Qurafi yang berasal dari kalangan malikiyah. Apabila Syara melarang sesuatu maka wajib untuk meninggalkan perbuatan tersebut secara langsung dan tidak melakukan perbuatan tersebut selama hidupnya. Sehingga dia benar-benar mematuhi terhadap pelarangan tersebut dan meninggalkan kemafsadatan yang ada dalam perbuatan tersebut.[7]

Beberapa kaidah yang ada dalam nahi, yaitu kaidah pertama menurut Jumhur:Pada dasarnya larangan itu menunjukkan haram.Seperti : “dan janganlah kalian mendekati zina”.Alasan yang dipakai oleh jumhur adalah rasional akal memahami bahwa sighat (bentuk) nahi itu menunjukkan arti yang sebenarnya, yaitu melarang. Dan Ulama’ salaf memahami bentuk nahi yang lepas dan qarinah menunjukkan larangan.

Sebagian Ulama’ berpendapat pada dasarnya larangan itu menunjukkan makruh. Menurut ulama yang memakai kaidah ini berdasar bahwa nahi menunjukkan bahwa sesuatu yang dilarang itu adalah tidak baik. Karena itu, ia tidak menunjukkan haram, tetapi makruh. Sebab makruhlah pengertian yang pasti.Sighat (bentuk) nahi selain menunjukkan haram, sesuai dengan qarinahnya, juga menujukkan arti yang lain, seperti: Karahah seperti :“Janganlah kamu shalat di kandang onta”, Doa seperti : “ya tuhan kami janganlah engkau menyiksa kami, jika kami lupa”, lrsyad memberi petunjuk, mengarahkan seperti :”Janganlah kamu menyatakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu”, Tahqir yang artinya menghina, seperti :“Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup”, Bayan Al-Aqibah, seperti : “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati”.Ta’yis, menunjukkan putus asa, seperti ;“Janganlah kamu mengemukakan udzur pada hari ini”.[8]

Dalammelarangsuatuperbuatan, sepertidisebutkanoleh Muhammad Khudhari Bik Allah jugamemakaiberagam gayabahasadiantaranya :

a. Larangansecarategasdenganmemakai kata naha atau yang seartidengannya yang secarabahasaberartimelarang. Misalnyasurat An-Nahlayat 90 yang artinya: “Dan Allah melarangdariperbuatankeji, kemungkarandanpermusuhan”.

b. Larangan dengan menjelaskan bahwa suatu perbuatan diharamkan, misalnya ayat 33 surat Al-A’raf Artinya:Katakanlah : "Tuhanku Hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar”.

c. Larangandenganmenegaskanbahwaperbuatanitutidak halal dilakukancontoh, surat An-Nisa’ ayat 19Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagikamumempusakaiwanitadenganjalanpaksa”.

d. Larangan dengan menggunakan kata kerja Mudhari’ (kata kerja untuk sekarang atau mendatang) yang disertai huruf lam yang menunjukkan larangan, misal surat Al-An’am ayat 152Artinya:“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa”.

e. Larangandenganmemakai kata perintahnamunbermaknatuntutanuntukmeninggalkanmisalnya, surat Al-An’am ayat 120 artinya: “Dan tinggalkanlahdosa yang nampakdan yang tersembunyi”.

f. Larangandengancaramengancampelakunyadengansiksaanpedih, misalnya surat Al-Taubah : 34 artinya “Dan orang-orang yang menyimpanemasdanperakdantidakmenafkahkannyapadajalan Allah, Makaberitahukanlahkepadamereka, (bahwamerekaakanmendapat) siksa yang pedih”.

g. Larangandenganmensifatiperbuatanitudengankeburukan, misalnya surat Ali Imran : 180 artinya “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka”.

h. Larangandengancarameniadakanwujudperbuatanitusendiri, misalnya surat al-Baqarah : 193 artinya “Jikamerekaberhenti (darimemusuhikamu), Makatidakadapermusuhan (lagi), kecualiterhadap orang-orang yang zalim”.[9]

D. Simpulan

Amar adalah “ suatu tuntutan perbuatan dari pihak yang lebih tinggi derajat kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah kedudukannya”, dengan aturan atau tuntunan metodologis yang telah ada. Sedangkan nahi adalah suatu larangan yang harus ditaati yang datangnya dari atasan kepada bawahan, yakni dari Allah SWT kepada hamba-Nya.

DAFTAR PUSTAKA

Firdaus.2004.Ushul Fiqh. Jakarta : Zikrul Hakim.

Ma’shumZein,SatriaEfendi. UshulFiqh.Jakarta :KencanPerdana Media Group.

Ma’sumZein,Muhammad.2008. Zudbah UshulFiqh. JawaTimur :DarulHikmah.

Http://bundasaidahsblog.blogspot.com/2010/06/blog-post.html/ diunduh pada tgl 22 oktober 2012 jam 11.00wib.

Http://isfat.multiply.com/journal/item/7/AMAR-dan-NAHI-Shighat-Kaidah-Kaidah-dan Contohnya?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem/ diunduh pada tgl 27 oktober 2012 jam 19.00wib.
ilhamibnishakalbantany.wordpress.com/2010/11/08/amar-dan-nahi/diunduh pada tgl 26 oktober 2012 jam 09.00wib.

[1]Muhammad Ma’sumZein, Zudbah UshulFiqh, (JawaTimur :DarulHikmah, 2008), hal. 52.
[2]http://isfat.multiply.com/journal/item/7/AMAR-dan-NAHI-Shighat-Kaidah-Kaidah-dan Contohnya?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem/ diunduh pada tgl 27 oktober 2012 jam 19.00wib.
[3]Muhammad Ma’sumZein, Zudbah UshulFiqh, (JawaTimur :DarulHikmah, 2008), hal. 52-53.
[4]ilhamibnishakalbantany.wordpress.com/2010/11/08/amar-dan-nahi/diunduh pada tgl 26 oktober 2012 jam 09.00wib.
[5]Firdaus, Ushul Fiqh, (Jakarta : Zikrul Hakim, 2004), hal 139-141.
[6]Muhammad Ma’sumZein, Zudbah UshulFiqh, (JawaTimur :DarulHikmah, 2008), hal. 64.
[7]http://isfat.multiply.com/journal/item/7/AMAR-dan-NAHI-Shighat-Kaidah-Kaidah-dan-Contohnya?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem/diunduh pada tgl 24 oktober 2012 jam 20.15wib
[8]http://bundasaidahsblog.blogspot.com/2010/06/blog-post.html/diunduh pada tgl 22 oktober 2012 jam 11.00wib.
[9]SatriaEfendidanMa’shumZein, UshulFiqh, (Jakarta :KencanPerdana Media Group), hal. 187-190.
READ MORE - AMAR dan NAHI