Letusan Gunung Terdahsyat
SELAMA ini tercatat ada 10 letusan terdahsyat gunung berapi sepanjang masa yang menimbulkan dampak terbesar, baik secara ekologis, geologis, maupun terhadap peradaban pada masanya. Ternyata lima di antara ke-10 gunung itu berada di Indonesia. Letusan superdahsyat, yang menduduki peringkat pertama, adalah letusan Gunung Toba di Sumatera Utara.
Ya, kajian palaeogeografi ahli asal AS memperlihatkan temuan terkini tentang letusan dahsyat Gunung Toba di Sumatera yang menyajikan bukti tak terbantahkan betapa letusan megakolosal gunung berapi zaman purbakala, 73.000 tahun silam, itu berdampak luar biasa. Antara lain, memusnahkan kawasan hutan di anak benua India yang terpisah sejauh 3.000 mil dari pusat letusan, yang kini menjadi Danau Toba.
Bukti riset mencakup debu sampel penelitian di lokasi daratan India, Samudra Hindia, Teluk Benggali, dan Laut China Selatan dari letusan yang diperkirakan melontarkan material dan debu vulkanis 800 km3 ke atmosfer dan membuat gunung berapi zaman purbakala itu lenyap. Kini, yang tertinggal adalah kawah yang menjadi Danau Toba dengan panjang 100 km dan lebar 35 km. Itulah bukti peninggalan danau vulkanis terbesar sejagat.
Kedahsyatan dampak letusan Toba membuat partikel debu di lapisan atmosfer menghalangi sinar matahari ke bumi serta memantulkan kembali panas radiasi selama enam tahun yang serta merta memunculkan ìzaman es instanî di bumi. Berdasar analisis penelitian lapisan es di Greenland, zaman es masa itu berlangsung 1.800 tahun.
Jika ditelaah berdasar data skala Volcanic Explosivity Index (VEI) yang dipergunakan United States Geological Survey (USGS), letusan luar biasa Gunung Toba zaman purbakala itu diklasifikasikan kategori VEI:8. Itulah letusan megakolossal, yang antara lain dicirikan dari besaran volume lontaran material vulkanis letusan sekitar 1.000 km3.
Letusan Toba berdampak terhadap proses evolusi manusia di bumi, meski soal itu masih jadi kontroversi di kalangan ilmuwan. Prof Ambrose berpegang pada kajian risetnya yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Journal of Human Evolution (1998), yang meyakini letusan Toba dan kemunculan zaman es sesudahnya menimbulkan keragaman genetika relatif berkurang sebagaimana pada manusia modern sekarang ini. Bahkan disebutkan, peristiwa luar biasa itu nyaris memunahkan manusia dari muka bumi.
Sapu 50% Populasi
Peringkat kedua adalah letusan Gunung Laki. Gunung berapi di Islandia itu tertidur sejak meletus kali terakhir secara sangat dahsyat tahun 1783. Dengan ketinggian 1.725 m, letusan gunung itu menyebabkan kerusakan di seluruh negara, membunuh di atas 50% populasi makhluk hidup di Islandia dengan awan belerang dan fluorine beracun.
Kelaparan jadi penyebab kematian 25% populasi. Air mancur lahar memancar setinggi 1.400 m. Seluruh dunia merasakan akibat letusan itu. Awan beracun menyebar hingga ke Eropa, menutupi langit di bumi bagian utara yang menyebabkan musim dingin datang lebih awal di Inggris dan membunuh 8.000 orang.
Di Amerika Utara, musim dingin 1784 jadi musim dingin terpanjang dan paling dingin. Lebih banyak salju di New Jersey, Sungai Mississippi membeku di New Orleans, dan ditemukan es di Teluk Mexico.
Gunung Vesuvius ada papada peringakt ketiga, meski nomor dua dalam “kekejaman”, karena menyebabkan kematian 25.000 nyawa. Letusan mahadahsyat tahun 79 SM telah mengubur kota Pompeii dengan muntahan isi perut 20 jam nonsetop. Sejak saat itu, Vesuvius meletus lusinan kali dan terakhir tahun 1944 membinasakan kehidupan di beberapa desa di dekatnya.
Gunung Tambora yang menduduki posisi keempat merupakan gunung api aktif dari 130-an gunung api di Indonesia. Gunung raksasa setinggi 4.300 m itu “melakukan” serangkaian letusan sejak April hingga Juni 1815 yang mengguncangkan dunia. Letusan itu mengubah stratosfer dan menyebabkan kelaparan hingga ke AS dan Eropa abad ke-19.
Batu merah berpijar menghujani angkasa ketika gunung itu meletus. Lahar panas dan awan beracun membinasakan tumbuhan di pulau tempat gunung itu berada. Secara keseluruhan, lebih dari 71.000 orang tewas karena terbakar, kelaparan, atau keracunan. Letusan Tambora di Nusa Tenggara itu termasuk skala VEI:7, lebih besar dari letusan dahsyat Krakatau tahun1883 yang berskala VEI:6.
Kalahkam Bom Atom
Posisi kelima ditempati Gunung Krakatau, pulau vulkanis di Selat Sunda. Agustus 1883, gunung itu meledak dengan kekuatan 13.000 kali lebih besar daripada bom Hiroshima sehingga terdengar hingga ke Perth, Australia.
Muntahan lebih dari 21 km3 batu dan debu membubung setinggi 70 mil. Lebih dari 37.000 orang tewas. Namun korban bisa lebih banyak karena tsunami yang ditimbulkannya.
Gunung Pelee pada posisi keenam berada di Martinique, Prancis, yang meletus tahun 1902. Itulah letusan terbesar pada abad ke-20 yang menewaskan lebih dari 30.000 orang. April 1902, terjadi letusan kecil beruntun yang hanya mengeluarkan asap, belerang, dan debu. Baru pada 8 Mei 1902 terjadi letusan besar, dengan air mancur lahar menyala dan awan beracun meluncur deras dengan kecepatan 600 mil per jam. Dengan temperatur 1.075 derajat, lahar mendidihkan kota St Pierre di bawahnya. Kota terbakar berhari-hari dan hanya dua orang yang selamat.
Jauh sebelumnya, tahun 1595, Nevado Del Ruiz, Kolumbia, meletus sehingga menyebabkan 635 orang mati. Letusan berdampak besar ketujuh itu menumpahkan lumpur mendidih ke Sungai Guali dan Lagunillas. Dan, letusan tahun 1845 membuat lebih dari 1.000 orang tewas. Kota Armero yang dibangun di atas magma yang mengering telah kehilangan hampir seluruh populasi penduduk, ketika tahun1985 letusan gunung itu mengalirkan lahar berkecepatan 40 mil per jam dan mengubur kota. Lebih dari 23.000 orang tewas.
Posisi kedelapan adalah Unzen di Kyushu, Jepang. Gunung setinggi 1.500 m itu masih aktif hingga kini. Tahun1792 beberapa kubah lahar roboh, menyebabkan tsunami yang membunuh lebih dari 15.000 orang. Letusan tahun 1991 membunuh lebih dari 40 orang dan menyebabkan bangunan-bangunan di sekitarnya rusak parah.
Berikutnya Gunung Kelud di Jawa Timur sejak abad ke-15 telah memakan korban lebih dari 15.000 jiwa. Letusan gunung itu tahun 1586 merenggut korban lebih dari 10.000 jiwa. Sistem untuk mengalihkan aliran lahar telah dibuat secara ekstensif tahun 1926 dan masih berfungsi hingga kini, setelah letusan tahun 1919 memakan korban ribuan jiwa akibat banjir lahar dingin menyapu permukiman.
Terakhir, Papandayan — gunung berapi semiaktif di Pulau Jawa itu, tahun 1772, meletus dan menghancurkan 40 desa. Lebih dari 3.000 orang mati. Gunung itu diperkirakan masih sangat berbahaya dan terus mengeluarkan asap dan letusan tahun 1923, 1942, dan terus meningkatkan kekuatan tahun 2002.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar