Siapa, sih, yang tidak pernah merasa cemas? Pasti seluruh manusia di dunia ini setidaknya pernah sekali waktu mencemaskan sesuatu. Mulai dari masalah keluarga, pekerjaan, studi, dan lain – lain sebagainya. Kecemasan memang merupakan hal yang manusiawi. Namun, apa jadinya kalau kecemasan itu mengambil alih kehidupan kita?
Cemas yang berlebihan tentu saja tidak baik dan tidak menyehatkan. Dr.A.A. Ayu Agung Kusumawardhani, SpKJ(K), Ketua Departemen Ilmu Psikiateri FKUI-RSCM, menyatakan, cemas atau rasa takut yang berlebihan sehingga menyebabkan aktivitas terganggu merupakan gangguan cemas, dan hal tersebut harus diatasi. Tak jarang, saat gangguan cemas tiba, muncul gejala-gejala fisik seperti jantung berdebar, keringat dingin, dan jika dilakukan pemeriksaan tekanan darah mungkin meningkat. Akibat gejala tersebut, penderita gangguan cemas dapat mengalami gangguan cemas baru, misalnya takut terkena sakit jantung. Buntu-buntunya, si penderita “rajin” berkunjung ke satu atau lebih dokter untuk memastikan “penyakit” tersebut, atau istilahnya doctor-shopping.
Gangguan cemas atau ansietas ternyata banyak jenisnya. Oleh sebab itu, ada baiknya kita mengenal jenis-jenis ansietas, agar dapat menangkal atau mengatasinya secara efektif.
1. Gangguan Cemas Menyeluruh(GCM)
Gangguan ini membuat penderitanya cemas berlebihan hampir sepanjang hari, walau tidak ada pemicu kecemasan yang jelas. Si penderita berusaha mengantisipasi bencana yang belum terjadi dan terlalu memikirkan masalah dalam kehidupannya. Akibatnya, ia tidak biasa tenang, sulit berkonsentrasi, dan dapat mengalami gangguan tidur. Pada anak, dapat terlihat penurunan prestasi sekolah dan kecendrungan menarik diri dari dari teman sebaya. Jika Anda mengalami kecemasan berlebihan selama setidaknya 6 bulan, maka Anda mungkin menderita GCM.
Diperkirakan sebanyak 6,8 juta orang dewasa di Amerika menalami GCM. Jika dibandingkan, jumlah pasien perempuan GCM 2 kali lebih banyak dibandingkan laki-laki. Gangguan ini tak memandang usia, tapi resiko tertinggi ditemukan pada usia kana-kanak dan paruh baya.
2. Gangguan Panik
Gangguan panik adalah kelainan medis berupa serangan panik berulang dan sering, yang tidak disebabkan oleh penggunaan zat atau obat atau gangguan kejiwaan lainnya. Penderitanya mengalami serangan panik hebat ketika menghadapi situasi atau hal yang sebenarnya tidak membahayakan. Saat serangan tersebut muncul, ia dapat merasa berdebar, dingin atau baal pada tangan dan kaki, keringat dingin, mual, pusing, sakit dada, atau sensasi seperti tercekik. Ketika panik menyerang, ia mengalami kesulitan menilai realita. Ia dapat merasa sangat takut akan kehilangan kintrol dari situasi di sekitarnya, takut akan bahaya yang mendekat (bahaya bahaya yang belum pasti keberadaannya). Kadang ia meyakini kalau ia mengalami serangan jantung atau berada di ambang kematian.
Penderita tidak dapat meramalkan kapan serangan panik itu muncu. Oleh sebeb itu, meski tidak sedang mengalami serangan,penderita sering merasa cemas menghadapi kemungkinan serangan berikutnya. Serangan panik dapat muncul kapan saja, bahkan ketika tidur. Puncak panik biasanya terjadi dalam waktu 10 menit, tapi gejala cemas dapat bertahan dalam waktu lebih lama.
Data yang dipublikasikan tahun 2005 menyatakan, penderita gangguan panik di Amerika diperkirakan berjumlah 6 juta pada populasi dewasa. Angka kejadiannya 2 kali lipat lebih banyak pada perempuan. Serangan panik biasanya pertama muncul pada usia muda. Namun, tidak semua orang yang mengalami serangan panik akan berlanjut mengalami gangguan panik. Banyak yang hanya mengalami satu kali serangan panik dan tidak mengalaminya.
3. Gangguan Obsesif-Kompulsif
Gangguan ini merupakan tipe ansietas yang ditandai dengan ketakutan atau kecemasan yang tidak beralasan akan sesuatu (obsesi) yang berbuntut pada tindakan yang dilakukan berulang kali (konpulsi). Penderitanya dapat menyadari kalau obsesinya tidak masuk akal dan mungkin berusaha mengabaikanya. Namun hal demikian hanya akan membuatnya bertambah cemas. Akhirnya, si penderita terdorong melakukan tindakan secara kompulsif (berulang) untuk mengatasi kecemasannya. Kecemasan biasanya terhadap yang spesifik. Misalnya ketakutan akan terkena kuman, biasa membuat penderita gangguan obsesif-kompulsif mencuci tangannya berulang kali sampai kulit tangannya luka dan sakit.
Penderita gangguan obsesif-kompulsif biasanya berputar pada kecemasan tertentu yang membuatnya mencuci, menghitung, memeriksa, merapikan, dan melakukan kegiatan lain secara berulang-ulang. Misalnya, cemas kalau lupa mematikan kompor, akan membuatnya menghabiskan wktu karena berulang kali memastikan apakah kompor sudah mati.
Seringkali, gangguan obsesif-kompulsif disamakan dengan cirri kepribadian perfeksionis. Padahal, orang yang perfeksionis belum tentu mengalami gangguan obsesif-kompulsif. Jika obsesinya membuat ia melakukan suatu tindakan secara kompulsif dan mengganggu aktivitasnya yang lain karena siklus tersebut, maka mungkin ia mengalami gangguan obsesif-kompulsif. Penderita obsesif-kompulsif mungkin menyadari kelainan tersebut, tapi merasa tidak berdaya menghentikannya.
National Institute of Mental health(NIMH) Amerika memerkirakan terdapat 2,2 juta penduduk Amerika di atas usia 18 tahun yang menderita gangguan obsesif-kompulsif(1% populasi dewasa). Gejala umumnya dimulai saat kanak-kanak atau usia remaja, dengan rata-rata pada usia 10 tahun, sedangkan usia rata-rata dewasa adalah 21 tahun. Orang yang rentan mengalami gangguan ini adalah yang mmempunyai riwayat gangguan yang sama di keluarga, stress, dan kehimilan.
4. Gangguan Stres Pasca Trauma (Post Trumatic Stres Disorder/PTSD
PTSD adalah gangguan cemas yang dipicu oleh peristiwa traumatis (kejadian mengerikan atau yang mengancam nyawa). Diperkirakan jumlah penderita PTSD di Amerika sebanyak 7,7 juta orang dewasa.
Gejala umumnya muncul dalam waktu 3 bulan setelah peristiwa traumatis itu. Penderitanya dapat terlihat menghindari ingatan atau tampak “mati rasa” jika dihubungkan dengan peristiwa tersebut, atau tampak cemas atau bahkan menunjukkan reaksi emosional yang hebat. Pasien PTSD dapat mengalami flashback atau mimpi buruk tentang traumanya. Emosi penderitanya menjadi tidak stabil, mudah marah atau sedih,serta mudah merasa takut, sulit berkonsentrasi, atau bahkan gangguan memor. Gejalanya dapat hilang timbul, biasanya dipicu oleh hal-hal yang berkaitan dengan kejadian. Misalnya korban perkosaan yang merasa takut luar biasa saat mendengar berita kasus perkosaan.
5. Fobia
Fobia adalah ketakutan yang berlebihan dan tidak masuk akal akan sesuatu hal, baik itu benda atau situasi yang sebenarnya tidak atau sedikit mengandung bahaya sehingga dapat mengganggu kegiatan sehari-hari. Fobia biasanya digolongkan menjadi 3 kategori, yaitu:
• Fobia spesifik
Seperti fobia terhadap tempat sempit atau tertutup (klaustrofobia),fobia terhadap binatang tertentu seperti ular atau serangga, ketinggian (akrofobia), dan lain-lain.
• Fobia sosial (akan dijelaskan selanjutnya)
• Fobia akan tempat terbuka (agorafobia)
Agorafobia merupakan ketakutan akan tempat –tempat umum, seperti pusat perbelanjaan, dan lain-lain.
Sebanyak 19,2 juta orang berusia 18 tahun ke atas di Amerika diperkirakan mempunyai fobia spesifik. Biasanya, gangguan ini dimulai pada masa kana-kana.
6. Fobia Sosial
Penderita gangguan ini mengalami ketakutan yang hebat dalam menghadapi interaksi sosial. Ketakutan tersebut muncul jika penderita berhadapan dengan orang yang tidak dikenal atau situasi yang mengharuskan muncul di tengah publik. Pada dasarnya, si penderita takut mempermalukan dirinya sendiri. Ia akan menghindari berbicara atau melakukan sesuatu bersama dengan orang lain yang tidak dikenalnya dengan baik, atau menolak tampil dan menjadi pusat perhatian orang banya. Akibatnya aktivitas sehari-hari pasien akan terganggu, bahkan untuk hal-hal sederhana seperti memesan makanan di restoran atau ke kamar kecil umum.
Mengapa Bisa Cemas?
Penyebab pasti untuk smua tipe gangguan cemas masih belum diketahui. Diduga banyak faktor yang terkait, interaksi antara factor biologis, psikologis dan sosiokultural. Faktor biologis yang diduga adalah gangguan keseimbangan neurotransmitter (zat kimia penghantar sinyal saraf) di otak. Pada gangguan cemas neurotransmitter yang berperan, menurut Dr. Agung, adalah GABA (Gamma Amino Butric Acid). Terjadi gangguan pada neuron inhibi (penghambatan) GABA di dalam otak, sehingga sel saraf terpacu terus menerus yang berakibat tampil gejala kecemasan. Teori ini menghubungkannya dengan faktor genetik, karena tidak jarang, ditemukan anggota keluarga lain dengan gangguan yang sama walaupun belum dapat dipastikan gen yang mana yang terpengaruh. Faktor resiko lain yang dapat mempengaruhi dan dapat memicu munculnya gangguan cemas diantaranya adalah stressor psikososial dari lingkungan atau bahkan juga penyakit kronik (manahun) seperti kanker, stres, faktor kepribadian yang mudah cemas, serta penyalahgunaan obat atau zat juga dapat mencetuskannya. Dr. Agung menyatakan bahwa faktor psikologis seperti pengalaman traumatic masa lalu juga dapat melatarbelakangi terjadinya gangguan cemas.
Konsultasi, Obat, dan Rileks
Untuk menanganinya, Anda harus berkonsultasi dengan psikiater. Terapi yang diberikan dapat berupa psikoterapi berupa terapi prilaku dan kognitif, dan atau obat-obatan. Dr. Agung mengatakan, obat anti cemas dapat menunjukkan dampak yang cepat. Biasanya pasien sudah biasa dirasakan manfaatnya 30-60 menit setelah minum obat. Namun, obat ini dapat menyebabkan toleransi dan dependensi (ketergantungan). Sehingga hanya dipakai dalam waktu singkat yaitu 1-2 minggu, dengan maksimal waktu pemberian 1 bulan dan harus diawasi ketat. Setelah itu dosis diturunkan perlahan. Sedangkan untuk psikoterapi, pada kasus-kasus fobia, dilakukan terapi desensitisasi. Terapi tersebut dilakukan dengan memberikan paparan benda atau situasi yang ditakutkan kepada si pasien secara bertahap. Misalnya bagi yang menderita fobia ular, pada awalnya pasien diberi gambar ular. Jika pasien sudah dapat melewati tahap tersebut tanpa serangan cemas, maka akan berlanjut ke tahap selanjutnya, contohnya berhadapan dengan ular hidup. Tiap tahapan paparan tersebut dapat diulang, tergantung dari respon pasien.
Bagi Anda yang belum mengalami gangguan cemas, biasakanlah untuk melakukan relaksasi. Selain itu, coba atasi stres sebaik-baiknya. Berbagi masalah dan kecemasan Anda dengan orang lain yang Anda percayai biasanya dapat membantu meringankan beban. Jika Anda mempunyai ciri kepribadian pencemas bukan berarti Anda mengalami gangguan cemas. Jika Anda merasa kecemasan Anda berlabihan sehingga mengganggu kinerja dan performa Anda sehari-hari, maka segeralah periksakan diri Anda ke dokter.
Bagaimana Jika Tidak Ditangani?
Jika dibiarkan, gangguan cemas dapat menganggu kualitas hidup. Untuk penderita fobia sosial misalnya, karena cemas berlebihan akan penilaian orang lain atau terlalu malu, penderitanya bahkan tidak berani keluar rumah. Akibatnya, aktivitas sehari-hari yang mengharuskannya keluar rumah seperti bekerja di kantor, atau berbelanja ke pasar menjadi sulit dilakukan. Komplikasi lain yang dapat terjadi misalnya depresi atau penyalahgunaan zat atau alkohol sehingga pasien gangguan cemas bias saja mendapat ide untuk bunuh diri. Jadi, jika Anda mulai mencemaskan kecemasan Anda, segeralah periksakan diri ke dokter.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar